Mengapa Anakku Pendiam? Disini Rahasianya!

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)

Keluarga Indonesia terkadang dipusingkan dengan anak balitanya yang sangat pendiam dan tak mau berbicara dengan orang yang baru ditemuinya.  Hal itu sebenarnya tak perlu menjadi beban pikiran karena anak-anak usia balita masih membutuhkan waktu untuk dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya.  Adakah yang salah dalam diri anak tersebut?

Menurut Howard Gardner, Phd, seorang pakar dan pencetus teori Multiple Intelligences, sifat pendiam dan pemalu justru merupakan indikasi kecerdasan anak.  Kedua sifat itu merupakan ciri dari kecerdasan intrapersonal.

Apa faktor penyebab anak menjadi pendiam?
1.    Faktor Pola Asuh
Pola asuh dalam mendidik anak di setiap negara sangatlah berbeda.  Di Asia, kita sering mendengar ucapan,”Dikasih nasehat kok malah melawan?” saat anak hendak menyampaikan pendapatnya.  Ucapan seperti itu tak berlaku di Eropa dan Amerika, karena anak-anak dituntut untuk selalu mengungkapkan pendapatnya dan berbicara.
2.    Pernah mendapat hukuman
Kebiasaan guru yang sering menegur saat anak banyak bicara di kelas tertangkap di nalar anak sebagai hukuman.  Ia akan menganggap diam di kelas adalah hal terbaik untuk menghindari hukuman.
3.    Orangtua over protektif
Tindakan orangtua yang selalu melarang anaknya melakukan sesuatu hal membuat anak menjadi ragu saat akan mengambil keputusan
4.    Lingkungan rumah yang tidak baik
Pertengkaran antar orang dewasa di rumah membuat suasana menjadi tidak kondusif bagi anak.  Anak akan merasa bingung dan menjadi pendiam.
5.    Jarang berinteraksi dengan orang banyak
Anak tunggal mempunyai kecenderungan untuk menjadi anak pendiam. Mengapa?  Karena ia jarang berinteraksi dengan orang banyak.  Hal itu tentu berdampak tidak baik pada pengembangan kemampuan verbalnya.

Apa solusi terbaiknya?
Setiap anak terlahir dengan karakter yang berbeda-beda.  Ada yang suka bercerita, cerewet, pemalu maupun pendiam.  Apa solusi terbaik untuk menghadapi anak pendiam?
1.    Mengajaknya bicara dengan nada halus
Karakter pendiam dan pemalu pada anak umumnya diikuti juga dengan perasaan yang halus dan sensitif sehingga mudah tersinggung. Saat anak mendengar nada bicara yang tinggi, maka ia akan merasa dimarahi.
2.    Dilarang membandingkan anak
Anak mempunyai sifat yang berbeda-beda.  Membandingkan anak dengan anak lain akan membuat anak merasa tertekan dan tidak bebas.
3.    Hindari pertengkaran di depan anak
Pertengkaran orangtua meninggalkan trauma bagi anak, sehingga dapat merubah anak yang aktif menjadi pendiam.
4.    Melatihnya bersosialisasi
Mengajak anak berkumpul pada kelompok seusianya akan memberinya kesempatan untuk belajar beradaptasi dan bersosialisasi. Ia akan termotivasi untuk berkomunikasi dengan teman sebayanya melalui permainan atau aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama.
5.    Membiasakannya menyapa orang yang ditemui
Kebiasaan orangtua menyapa orang yang ditemui akan berdampak positif bagi anak, karena sifat anak yang mudah meniru.  Pembiasaan baik itu akan membuatnya menjadi anak yang ramah dan sopan.
6.    Memberikan pujian
Saat anak mencoba bercerita tentang suatu hal, orangtua hendaknya memberinya respon terbaik dengan memberinya pujian.  Kalau ada pengucapan kata yang salah, biarkan saja.  Tindakan orangtua yang selalu menyalahkan anak, akan membuatnya menjadi malas dan tidak mau bicara.
7.    Jangan memaksa anak bicara
Paksaan hanya membuat anak merasa tidak nyaman.  Orangtua hendaknya tetap mengajaknya untuk berdiskusi dan belajar berpendapat.  Sikap orangtua yang tidak memaksanya untuk berbicara membuat anak merasa diterima dengan baik.

Saat orangtua bertanya mengapa anakku pendiam, sebaiknya introspeksi diri. Sudahkah mereka menjadi pendengar yang baik untuk anaknya?  Sikap menerima kondisi dan karakter anak akan membuat anak menjadi lebih bahagia, sehingga akan berdampak pada perkembangan kepribadiannya.

2 comments:

  1. Memang jadi orang tua harus mau koreksi diri ya, agar tak salah mengasuh anak, karena anak adalah peniru terhebat.
    Blogmu baguuus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak memang seperti spon yang mudah menyerap. Segala sesuatu yang ia lihat, dengar dan rasakan, akan spontan diaplikasikan. Matur nuwun mbak apresiasinya :)

      Delete